Setiap membaca berita tentang kasus-kasus perundungan seksual dan pemerkosaan, kita selalu merasa sakit hati dan geram terhadap pelakunya. Rasanya kita bisa ikut merasakan penderitaan para korban yang tak berdaya, lebih-lebih jika terjadi terhadap anak-anak di bawah umur.
Merangkum dari berbagai sumber berita, pada bulan November lalu, telah terjadi kasus perundungan seksual yang berujung pada pemerkosaan terhadap dua anak perempuan adik kakak yang berusia lima dan sembilan tahun, di kota Padang.
Pelakunya adalah kakek, paman, kakak kandung, kakak tiri, sepupu, dan tetangga korban. Lebih miris lagi, ibu korban yang tidak tinggal di rumah yang sama, malah menutup-nutupi peristiwa itu dan meminta agar kakek korban tidak ditahan. Kedua korban ternyata tinggal di dalam satu rumah dengan para pelaku tanpa kedua orang tua mereka.
Peristiwa di atas hanyalah satu dari banyaknya kasus perundungan seksual dan pemerkosaan, yang jumlahnya terus bertambah dari waktu ke waktu, yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Pelaku Memiliki Kuasa Terhadap Korban
Hal ini bisa dilihat dalam kasus-kasus pelecehan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan oleh guru, atasan di kantor, ataupun anggota keluarga yang dihormati seperti paman, ayah, atau kakek dari korban. Posisi pelaku sebagai orang yang seharusnya dihormati menimbulkan rasa takut dalam diri korban, sehingga terpaksa menerima perlakuan tak pantas dari pelaku.
2. Pengaruh Konten Dewasa dari Gawai
Berkat kecanggihan teknologi, berbagai konten dewasa bisa dilihat secara bebas oleh orang dewasa maupun anak-anak. Orang tua tidak mungkin bisa mengawasi anak-anak mereka dalam menggunakan gawai selama 24 jam setiap harinya.
Video-video asusila yang menjadi konsumsi publik tersebut, membuat orang-orang yang melihatnya ingin meniru hal-hal yang mereka tonton, sehingga memicu terjadinya perundungan seksual dan pemerkosaan.
3. Rendahnya Hukuman bagi Pelaku
Bagi pelaku pemerkosaan di Indonesia, sesuai pasal 285 KUHP, hukuman maksimal yang dapat dikenakan adalah selama 12 tahun. Sedangkan dalam Pasal 81 Undang-undang nomor 35 tentang Perlindungan Anak, sanksi bagi pelaku pemerkosaan anak di bawah umur adalah kurungan selama 5-15 tahun dengan denda maksimal 5 miliar.
Hukuman-hukuman tersebut termasuk ringan jika dibandingkan dengan hukuman yang berlaku di negara-negara lain, yang menghukum pemerkosa hingga 20 tahun penjara hingga hukuman mati.
Korban perkosaan mengalami trauma yang mendalam, bahkan petaka seumur hidup yang bukan hanya merenggut keperawanan, tetapi juga masa depan mereka. Rasanya, hukuman mati pun masih belum cukup untuk menebusnya. Dalam banyak kasus, korban perkosaan menempuh jalan bunuh diri karena tak kuat menanggung derita.
Seing sekali terjadi, pelaku perundungan seksual dan pemerkosaan tidak mendapatkan hukuman maksimal karena berbagai sebab, misalnya, pelaku merupakan orang yang sangat berkuasa, tidak cukup bukti untuk menjatuhkan hukuman maksimal, tekanan yang dilakukan terhadap para korban, hingga praktik suap-menyuap dalam dunia peradilan. Hal-hal tersebut menyebabkan banyak sekali ketidakadilan yang terjadi dalam menerapkan hukuman bagi pelaku perundungan seksual dan pemerkosaan di Indonesia.
4. Banyak Kasus yang Tidak Terkuak karena Keengganan Korban untuk Melapor
Apa yang menyebabkan banyak korban perundungan seksual dan pemerkosaan yang tidak mau melaporkan perlakuan bejat yang mereka terima? Melihat tayangan-tayangan tentang pemeriksaan yang berwajib terhadap para korban, rasanya kita sudah bisa menduga apa yang menjadi penyebabnya.
Para korban dari berbagai usia yang sedang dalam kondisi lemah dan terpuruk, harus menceritakan dengan terperinci akan hal-hal yang menimpa mereka. Tak jarang, keterangan mereka tersebut juga didengar oleh orang-orang lain yang berada di ruangan tersebut. Bukankah hal itu menimbulkan rasa malu yang sangat besar bagi para korban?
Supaya hal tersebut tidak terjadi, mungkin korban perundungan seksual dan pemerkosaan yang berjenis kelamin wanita, harus diperiksa dan dimintai keterangan oleh penyidik yang berjenis kelamin sama. Lebih bagus lagi, jika pelaku bisa didampingi oleh seorang psikolog atau psikiater wanita saat dimintai keterangan.
Banyaknya korban dari kasus perundungan seksual dan pemerkosaan yang tidak melapor, membuat pelaku-pelakunya tidak merasa jera dan berpotensi untuk kembali mengulangi perbuatan mereka. Hal ini bisa dilihat dari kasus-kasus yang baru terkuak setelah bertahun-tahun lamanya, bahkan hingga korban mengandung dan melahirkan anak hasil perkosaan tersebut.
5. Faktor Kesulitan Ekonomi
Dalam kasus-kasus pemerkosaan yang terjadi dalam keluarga, seringkali penyebabnya adalah karena para korban dan pelaku yang mempunyai hubungan darah tidur dalam satu ruangan yang sama. Lebih parah lagi, ada kakak lelaki yang melakukan perbuatan bejat tersebut kepada adik perempuannya, karena meniru apa yang dilakukan oleh ayah dan ibunya, yang dapat ia saksikan saat mereka tidur dalam ruangan yang sama.
Kesulitan ekonomi menyebabkan satu keluarga harus tinggal dalam satu ruangan tanpa sekat, sehingga segala aktivitas yang dilakukan dapat dilihat oleh semua anggota keluarga.
Kesulitan ekonomi juga menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan, sehingga anak-anak perempuan tidak mempunyai pengetahuan tentang cara-cara melindungi diri dari tindakan perundungan seksual dan pemerkosaan. Seringkali, mereka bahkan tidak mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan antara anak perempuan dengan ayah, paman, atau kakak laki-laki mereka.
Melihat semakin banyaknya kasus perundungan seksual dan pemerkosaan yang terjadi, kita harus melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi diri sendiri, anggota keluarga dan orang-orang lain, sesuai dengan kemampuan kita. Cara-cara pencegahan yang dapat kita lakukan, antara lain:
1. Mencegah Terjadinya Perundungan Seksual dan Pemerkosaan terhadap anak di Bawah Umur
Terhadap anak-anak, kita harus mengajarkan tentang bagian-bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Selain itu, ajarkan juga untuk tidak menerima ajakan dari orang-orang lain tanpa sepengetahuan dari orangtua atau guru. Selain itu, kita harus selalu memantau kegiatan anak-anak saat berada di luar rumah. Jalin komunikasi yang baik dengan guru sekolah, guru les, atau guru mengaji agar mengetahui kegiatan anak-anak.
Selain itu, jangan pernah mempercayakan pengawasan anak-anak kepada orang yang baru kita kenal, ART baru, sopir baru, atau siapa saja yang tidak mempunyai hubungan yang akrab. Melihat maraknya peristiwa perkosaan yang dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya dihormati seperti guru sekolah, guru les, bahkan guru mengaji, maka kita juga harus mengajarkan anak untuk berani berteriak atau melawan jika melihat gelagat tidak baik dari orang-orang tersebut. Selain itu, jangan pernah membiarkan anak-anak berada berduaan saja dengan orang-orang yang baru mereka kenal.
2. Menjalin Hubungan yang Baik dan Akrab dengan Anak
Dari banyak kasus-kasus pemerkosaan yang baru terkuak setelah bertahun-tahun, penyebabnya adalah para korban, terutama anak-anak di bawah umur yang tidak berani melaporkan kejadian yang menimpa mereka kepada orangtua ataupun anggota keluarga yang lebih tua. Sangat penting untuk membangun hubungan yang akrab antara orangtua dengan anak-anak, agar anak merasa nyaman untuk menceritakan tentang kegiatan sehari-hari, termasuk peristiwa-peristiwa buruk yang menimpa mereka.
Jika anak tidak merasa sungkan untuk berbicara kepada orangtua tentang perlakuan tak pantas dari orang-orang yang berniat jahat, mungkin orangtua bisa mencegah terjadinya perundungan seksual atau pemerkosaan yang baru berupa percobaan. Selalu dengarkan apa pun keluhan dari anak-anak, betapa pun tak pentingnya hal itu bagi orangtua.
3. Menghindari Tempat-tempat yang Rawan Tindak Kejahatan
Kasus-kasus perundungan seksual dan perkosaan yang terjadi terhadap remaja atau orang dewasa, bisa dihindari dengan menghindari tempat-tempat yang sepi, gelap, dan jauh dari keramaian.
Jika banyak orang yang mengatakan bahwa pemerkosaan dapat terjadi, karena kesalahan korban yang memakai pakaian yang ketat atau terbuka, hal itu telah terbantahkan dengan banyaknya kasus perundungan seksual dan pemerkosaan, yang menimpa perempuan-perempuan yang berpakaian tertutup bahkan mengenakan hijab. Beberapa kasus begal payudara yang terjadi di berbagai tempat menimpa para korban yang memakai hijab.
Salah satu penyebab terjadinya kejahatan adalah karena adanya kesempatan. Dengan menghindari tempat-tempat yang rawan tindak kejahatan, maka kita telah menghilangkan faktor adanya kesempatan tersebut.
4. Membekali Diri dengan Pengetahuan tentang Cara Melawan Penjahat
Untuk mencegah terjadinya perundungan seksual atau pemerkosaan, kita bisa membekali anak-anak ataupun diri sendiri dengan mempelajari ilmu bela diri sederhana, yang dapat digunakan untuk mencegah orang lain untuk melakukan kejahatan terhadap kita.
Tak hanya dengan belajar pencak silat, karate, atau taekwondo, saat ini kita dapat mempelajari berbagai gerakan bela diri dasar yang bisa digunakan untuk melawan penjahat secara cuma-cuma melalui saluran youtube. Pelajari juga cara menggunakan alat-alat sederhana seperti tangkai payung, pulpen, atau pepper spray untuk melawan penjahat.
Dengan mengetahui penyebab semakin maraknya tindak kejahatan perundungan seksual dan pemerkosaan serta cara-cara cerdas untuk mencegahnya, kita dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari tindak-tindak kriminal tersebut.
Comment